News

PPNI & 4 OP Kesehatan Ikuti Sidang Perdana Pengujian Formil UU Kesehatan Tahun 2023 di MK

Oleh Admin Jumat, 13 Oktober 2023


Infokom DPP PPNI - Melalui berbagi tahapan yang dilakukan Organisasi Profesi Kesehatan dalam upaya pengajuan formil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) yang tergabung dalam Sekretariat Bersama (Sekber), bersama keempat OP Kesehatan lainnya, melakukan pengajuan formil UU Kesehatan tersebut kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

Ahmad Efendi Kasim dan Jasmen Ojak Haholongan Nadeak dari Departemen Hukum dan Perundang-undangan DPP PPNI hadir dalam persidangan perdana di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (12/10/2022).

Adapun 5 Organisasi Profesi Kesehatan Pemohon itu adalah Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) sebagai Pemohon I, Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) sebagai Pemohon II, Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI) sebagai Pemohon III, Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (PP IBI) sebagai Pemohon IV, dan Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) sebagai Pemohon V.

Sidang perdana pengujian formil UU Kesehatan dengan Perkara Nomor 130/PUU-XXI/2023 dipimpin oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo bersama dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah selaku anggota.

Dalam persidangan, Muhammad Joni selaku kuasa hukum para Pemohon mengatakan, para Pemohon merupakan tenaga medis yang terdampak langsung dan memiliki kepentingan atas prosedur formil pembentukan UU Kesehatan tersebut.

Menurutnya, berdasarkan norma yang terbaru, terdapat muatan yang dihapus, diubah, dan diganti norma baru termasuk mengenai organisasi profesi, konsil, kolegium, yang merupakan norma kelembagaan dan sekaligus pasal-pasal “jantung” yang tidak memastikan adanya wadah tunggal organisasi profesi kedokteran dan kesehatan.

Demikian pula norma mengenai kelembagaan konsil, kolegium, dan majelis kehormatan disiplin yang diubah dan diganti tanpa prosedur formil yang memenuhi prinsip keterlibatan dan partisipasi bermakna (meaningfull participation).

Selain itu, adanya Bab XIX Ketentuan Peralihan, Pasal 451 yang menjadi norma hukum menghapuskan seluruh entitas kolegium yang merupakan organ “jantung” organisasi profesi (bukan organ pemerintah dan bukan "milik” pemerintah).

Namun dengan sewenang-wenang dan melanggar hak konstitusional kemerdekaan berhimpun segera akan menghapus seluruh entitas hukum kolegium dengan cara membuat norma Pasal 451 UU Kesehatan yang berbunyi:

“Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Kolegium yang dibentuk oleh setiap organisasi profesi tetap diakui sampai dengan ditetapkannya Kolegium sebagaimana diraksud dalam Pasal 272 yang dibentuk berdasarkan Undang-undang ini,” terang Muhammad Joni.

Pada alasan permohonan bagi para Pemohon menilai bahwa UU Kesehatan mengalami cacat formil. Hal ini dikarenakan tidak ikut sertanya DPD dalam pembahasan RUU Kesehatan dan tidak adanya pertimbangan DPD dalam pembuatan UU Kesehatan, serta tidak sesuai dengan prosedur pembuatan norma sebagaimana ditentukan Pasal 22D ayat (2) UUD 1945.

Oleh karena itu di dalam petitum, para Pemohon meminta Mahkamah menyatakan UU Kesehatan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat.

“Menyatakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang disahkan di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 2023 dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 2023,” ungkap Muhammad Joni.

 dalam Lembaran Negara RI Tahun 2023 Nomor 105 tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang menurut UUD Negara RI Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan aquo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” lanjutnya, saat membacakan petitum para Pemohon.

Sementara itu Suhartoyo selaku Hakim Konstitusi mengingatkan kepada para Pemohon agar memperhatikan surat kuasa yang sesuai dengan kewenangan untuk mewakili kepentingan organisasi pada bagian identitas.

Disampaikannya, perlu pula bagi para Pemohon untuk menguraikan secara jelas kerugian konstitusional yang dialami dengan hubungan kausalitas norma yang diujikan pada perkara ini.

“Argumennya dielaborasi yang menarasikan bagaimana sebenarnya tata cara pembentukan undang-undang yang bertentangan dengan konstitusi. Apakah ada keharusan dijemput dengan pasal 22A UUD 1945,” ucap Suhartoyo.

Pada akhir persidangan, Hakim Konstitusi Suhartoyo mengatakan para Pemohon dapat menyempurnakan permohonan hingga 14 hari ke depan. Untuk naskah perbaikan permohonan selambat-lambatnya diserahkan ke Kepaniteraan MK pada Rabu, 25 Oktober 2023 pukul 09.00 WIB. (IR)

 

Sumber : Media online www.mkri.id & Screenshot foto channel MKRI

Dikembangkan oleh PPNI-INNA.ORG - Departemen Teknologi Informasi © Copyright 2023