Infokom DPP PPNI - Upaya terus dilakukan oleh 5 Organisasi Profesi (OP) Kesehatan sebagai warga negara Indonesia terhadap uji formil UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023 termasuk pembentukan UU tersebut, yang bertujuan untuk melindungi masyarakat atau keselamatan pasien.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) mendampingi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menggugat UU Kesehatan tersebut yang dinilai cacat secara moril.
PPNI diwakili Ahmad Efendi Kasim selaku Tim Badan Bantuan Hukum (BBH) PPNI sekaligus Anggota Departemen Hukum dan Perundang-undangan DPP PPNI bersama perwakilan 4 OP lainnya mendatangi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta.
Kelima OP Kesehatan mengajukan Judicial Review ke MK untuk dilakukan permohonan uji formil UU Kesehatan yang baru disahkan tersebut. Berdasarkan penilaian dari kelima OP bahwa sejak dibentuknya UU Kesehatan No 17 Tahun 2023, tidak adanya keterlibatan dan partisipasi publik yang substansial.
“Ada beberapa yang menjadi alasan permohonan, yang pertama adalah prosesnya ini tidak melibatkan ketentuan sebagaimana pasal 22D ayat 2 UUD 1945,” ungkap Joni Tanamas, SH seperti dilansir detikhealth di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (19/9/2023).
“Meaningful participation yang tidak terpenuhi, meaningful participation ini bukan hanya kata-kata melainkan putusan tentang partisipasi keterlibatan bermakna, masyarakat berdampak, dan yang berkepentingan,” lanjutnya.
Joni Tanamas menerangkan hal ini, bahwa IDI dan Organisasi Profesi lain bukan hanya berkepentingan melainkan sebagai aktor dibalik tugas pemenuhan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu memiliki hak untuk dipertimbangkan, didengarkan, dan diberikan alasan jika usulan partipasi tidak diterima.
Adapun alasan lain dibalik penilaian cacat formil dikatakannya termasuk muncul sebuah penghambatan dalam proses UU Kesehatan, dimana mewajibkan Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak ikut keterlibatan dalam pembahasan.
“Adanya langkah sungsang pembentukan UU yang belum disahkan tetap proses pembentukan penurunan UU sudah diindikasikan dimulai, dengan fakta fakta yang tadi kita utarakan,” pungkasnya.
Sementara itu, dr. Mahesa selaku Jubir Sekretariat 5 OP menegaskan sikap Judicial Review yang ditempuh ini, bukan sebagai bentuk perlawanan kepada pemerintah. Namun dirinya mengklaim, bahwa ini adalah salah satu jalan bagi para OP untuk memastikan haknya dilindungi konstitusi.
“Kami berharap Mahkamah Konstitusi akan memutuskan seadil-adilnya permohonan uji formil karena sudah secara nyata cacat formil perundang-undangan,” imbuhnya. (IR)